semoga bermanfaat yach buat yang perlu
Pengolahan Limbah Industri
Bagi pengusaha yang belum sadar terhadap akibat buangan mencemarkan lingkungan, tidak punya program pengendalian dan pencegahan pencemaran. Oleh sebab itu bahan buangan yang keluar dari pabrik langsung dibuang ke alam bebas. Kalau limbah cair langsung mempergunakan sungai atau parit sebagai sarana pembuangan limbah.Kalau limbah padat memanfaatkan tanah kosong sebagai tempat pembuangan. Kalau limbah gas/asap cerobong dianggap sarana yang baik pembuangan limbah.Limbah membutuhkan pengolahan bila ternyata mengandung senyawa pencemaran yangberakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau paling tidak potensial menciptakan pencemaran. Suatu perkiraan harus dibuat lebih dahulu dengan jalan mengidentifikasi:sumber pencemaran, kegunaan jenis bahan, sistem pengolahan,banyaknya buangan dan jenisnya, kegunaan bahan beracun dan berbahaya yang terdapat dalam pabrik.
Dengan adanya perkiraan tersebut maka program pengendalian dan penanggulangan pencemaran perlu dibuat. Sebab limbah tersebut baik dalam jumlah besar atau sedikit dalam jangka panjang atau jangka pendek akan membuat perubahan terhadap lingkungan, maka diperlukan pengolahan agar limbah yang dihasilkan tidak sampai mengganggu struktur lingkungan.
Namun demikian tidak selamanya harus diolah sebelum dibuang kelingkungan. Ada limbah yang langsung dapat dibuang tanpa pengolahan, ada limbah yang setelah diolah dimanfaatkan kembali. Dimaksudkan tanpa pengolahan adalah limbah yang begitu keluar dari pabrik langsung diambil dan dibuang. Ada beberapa jenis limbah yang perlu diolah dahulu sebab mengandung pollutant yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan Limbah diolah dengan tujuan untuk mengambil barang-barang berbahaya di dalamnya dan atau mengurangi/menghilangkan senyawa-senyawa kimia atau nonkimia yang berbahaya dan beracun.
Mekanisme pengolahan limbah dapat dilihat pada bagan 7.22.
Pengolahan limbah berkaitan dengan sistem pabrik. Ada pabrik yang telah mempergunakan peralatan dengan kadar buangan rendah sehingga buangan yang dihasilkannya tidak lagi perlu mengalami pengolahan. Bagi pabrik seperti ini memang telah dirancang dari awal pembangunan. Buangan dari pabrik berbeda satu dengan yang lain.
Perbedaan ini menyangkut pula dengan perbedaan bahan baku,perbedaan proses. Suatu pabrik sama-sama mengeluarkan limbah air namun terdapat senyawa kimia yang berbeda pula.Karena banyaknya variasi pencemar antara satu pabrik dengan pabrik lain maka banyak pula sistem pengolahan.
Demikian banyak macam parameter pencemar dalam suatu buangan, akibatnya membutuhkan berbagai tingkatan proses pula. Limbah memerlukan penanganan awal. Kemudian pengolahan berikutnya. Pengolahan pendahuluan akan turut menentukan pengolahan kedua, ketiga dan seterusnya.
Kekeliruan penetapan pengolahan pendahuluan akan turut mempengaruhi pengolahan berikutnya. Di dalam penetapan pilihan metode keadaan limbah sudah seharusnya diketahui sebelumnya.Parameter limbah yang mempunyai peluang untuk mencemarkan lingkungan harus ditetapkan. Misalnya terdapat senyawa fenol dalam air sebesar 2 mg/liter, phosphat 30 mg/liter dan seterusnya.
Dengan mengetahui jenis-jenis parameter di dalam limbah maka dapat ditetapkan metode pengolahan dan pilihan jenis peralatan. Sekali sudah ditetapkan inetode dan jenis peralatan maka langkah berikutnya adalah sampai tingkat mana diinginkan menghilangkan/ penguranga senyawa pencemarnya. Berapa persenkah kita inginkan pengurangan dan sampai di mana efisiensi peralatan harus dicapai pada tingkat maksimum.
Penetapan efisiensi peralatan, dan standar buangan yang diinginkan akan mempengaruhi ketelitian alat, volume air limbah, sistem pemipaan, pemasangan pipa, pilihan bahan kimia dan lain-lain.Dalam mendesain peralatan, variabel tadi harus dapat dihitung secara tepat. Belum ada suatu jaminan hahwa satu unit peralatan dapat mengendalikan limbah sesuai dengan yang dikehendaki.
Sebab di dalam satu unit peralatan terdiri dari berbagai macam kegiatan mulai dari kegiatan pendahuluan sampai kegiatan akhir.
Walaupun terdiri dari berbagai kegiatan namun tidak semua jeniskegiatan dipraktekkan, mungkin dengan kombinasi dari beberapa
kegiatan saja limbah sudah bebas polusi.Adapun jenis kegiatan dalam pengolahan air limbah dapat diuraikan dalam tabel 7.10.
Pengolahan limbah sering harus menggunakan kombinasi dari berbagai metode, terutama limbah berat yang banyak mengandung jenis parameter/Jarang perusahaan mempergunakan satu proses dan hasilnya baik. Pilihan peralatan berkaitap dengan biaya, pemeliharaan, tenaga ahli dan kualitas lingkungan. Untuk beberapa jenis pencemar telah ditetapkan metode treatment-nya. Pilihan ini didasarkan atas beberapa referensi dan pengalaman yang telah dicoba berulang kali sampai diperoleh hasil maksimum.
Di bawah ini disajikan jenis pencemar dengan metodenya.
Air limbah mungkin terdiri dari satu atau lebih parameter pencemar melampaui nilai yang ditetapkan. Kemungkinan di dalamnya terdapat minyak dan lemak, bahan anorganik seperti besi, aluminium, nikel,plumbum, barium, fenol dan lain-lain sehingga perlu kombinasi dari beberapa alat. Untuk menurunkan BOD dan COD dapat dilakukan dengan metode aerasi dan ternyata metode ini juga cukup baik untuk melakukan pengeridapan suspensi solid.
Ada beberapa proses yang dilalui air limbah agar limbah ini benarbenar bebas dari unsur pencemaran. Tingkatan proses dimaksudkan adalah sesuai dengan tingkatan berat ringannya. Pada mulanya air limbah harut dibebaskan dari benda terapung atau padatan melayang.Untuk itu diperlukan treatment pendahuluan. Pengolahan selanjutnya adalah mengendapkan partikel-partikel halus kemudian lagi menetralisasinya. Demikian tingkatan ini dilaksanakan sampai seluruh parameter pencemar dalam air buangan dapat dihilangkan.
Teknologi Pengolahan Air Limbah
By Wahyu Hidayat on 1 January 2008
Pembuangan air limbah baik yang bersumber dari kegiatan domestik (rumah tangga) maupun industri ke badan air dapat menyebabkan pencemaran lingkungan apabila kualitas air limbah tidak memenuhi baku mutu limbah. Sebagai contoh, mari kita lihat Kota Jakarta. Jakarta merupakan sebuah ibukota yang amat padat sehingga letak septic tank, cubluk (balong), dan pembuangan sampah berdekatan dengan sumber air tanah. Terdapat sebuah penelitian yang mengemukakan bahwa 285 sampel dari 636 titik sampel sumber air tanah telah tercemar oleh bakteri coli. Secara kimiawi, 75% dari sumber tersebut tidak memenuhi baku mutu air minum yang parameternya dinilai dari unsur nitrat, nitrit, besi, dan mangan.KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdullilah penulis ucapkan kehadiran Allah Swt, atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “pencemaran lingkungan"Karya ilmiah ini penulis buat untuk melengkapi sebagian dari tugas mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) pada Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) Negeri 2 Padang Panjang.
Dalam pembuatan karya ilmiah ini penulis tidak terlepas dari bimbingan serta arahan dari berbagai pihak hingga selesainya karya ilmiah ini, maka untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar besarnya kepada:
1. Ibuk Meri Susanti S.Pd selaku guru mata pelajaran IPA
2. Majelis Guru SMK Negeri 2 Padang panjang yang secara tidak langsung membantu dalam pembuatan karya ilmiah.
3. Rekan – rekan siswa yang telah membantu dalam pembuatan karya ilmian ini.
4.Semua pihak yang tidak bisa sebutkan penulis satu persatu yang telah membantu dalam pembuatan karya ilmiah ini.
Semoga bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis menjadi amal sholeh dihadapan Allahswt.Penulis pun menyadari bahwa ilmiah ini djauh dari kesempurnaan seperti kata pepatah “ Tak ada gading yang tak retak” untuk penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan karya ilmiah ini, akhir kata terima kasih semoga karya ilmiah dapat bermamfaat bagi kita semua amin.
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ..................................................................
Kata Pengantar ...........................................................................
Daftar ISI.......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................
B. Perumusan Masalah..........................................................
C. Tujuan Karya Ilmiah........................................................
BAB II PEMBAHASAN
- Tempat dan Waktu Pengambilan Data.............................
B. Gambaran Industri Penjamakan Kulit.............................
C. Jenis Pencemaran yang Terjadi........................................
- Jenis Polutan........................................................................
- Dampak Pencemaran Terhadap Kesehatan Manusia.....
- Dampak Pencemaran Terhadap lingkungan....................
- Penanggulan.........................................................................
BAB III PENUTUP
- Kesimpulan...........................................................................
- Saran......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dari dunia industri khususnya industri rumahan sangatlah pesat. Seperti halnya dengan indusri penjamakan kulit. Salah satunya adalah yang bertempat di Silaing bawah. Industri ini bergerak dibidang pengolahan kulit hewan menjadi setengah jadi untuk dijadikan kerajinan berupa sepatu, ikat pinggang dan asesoris lainnya. Industri ini berdiri sejak tahun 1990-an, dengan jumlah pekerja 4 orang. Dalam satu bulan mereka mampu menghasilkan satu ton kulit yang dapat dikirim ke berbagai daerah.
Industri penyamakan kulit ini menggunakan bahan mentah diantaranya; kulit hewan, kapur, pupuk NPK, dan kulit pohon Akasia. Kulit hewan diambil dari daerah penghasil daging, yang dikumpulkan dari para pengumpul kulit. Kapur diambil dari pondok kapur Bukit Tui, kapur digunakan sebagai pelunak bulu dan pelunak daging bagian perut. Pupuk NPK untuk pelunak kulit ketika perendaman sesudah dibuang bulunya. Kulit pohon akasia diambil dari pohon akasia yang tumbuh di kaki gunung Merapi. Kulit ini digunakan sebagai pewarna dan pemasak kulit.
Kulit yang dihasilkan ini dijemur dan dikelola menjadi berbagai bahan kerajinan tangan. Meskipun industri ini bergerak sebagai industri rumahan tapi lumayan besar memberikan income pada industri. Kami mengambil industri sebagai bahan karya ilmiah, karena industri ini berdampak pada lingkungan, seperti bau yang menyengat dari industri. Selain dari pencemaran udara juga memberikan dampak pada perairan karena dapat membunuh biota air seperti ikan. Dampak lainnya memberikan kesuburan pada tanah.
Model penanganan limbah yang digunakan adalah penanganan limbah padat dan cair sesuai dengan polutan yang dihasilkan. Produk dari model ini adalah model pengolahan primer, pupuk kompos, dan produk krupuk serta kikil.
Adapun topic yang kami kupas dalam karya ilmiah ini adalah; gambaran umum dari industri, jenis pencemaran yang terjadi, polutan yang ada di industri, dampaknya pada kesehatan manusia, dampak pada lingkungan dan model penanganan limbah.
B. Perumusan Masalah
1. Sejauh manakah pencemaran yang terjadi di industri Penjamakan kulit di Silaing Bawah.
2. Bagaimanakah model penanganan limbah yang dapat dibuat di industri penjamakan kulit.
C. Tujuan karya ilmiah
1. Memberikan gambaran tentang pencemaran lingkungan yang terjadi di industri penjamakan kulit
2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang upaya penanggulan dari industri penjamakan kulit.
3. Memberikan model penanganan limbah yang dapat digunakan masyarakat khususnya industri penjamakan kulit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tempat dan Waktu Pengambilan Data
1. Tempat pengambilan data
Tempat pengambilan data : industri penjamakan kulit yang bertempat di silaing bawah.
2. Waktu pengambilan data
Waktu pengambilan data : dilakukan pada hari Senin tanggal 16 November 2009 pada jam 16.00 WIB.
B. Gambaran industri Penjamakan kulit
Industri penjamakan kulit merupakan industri yang bergerak di bidang pembersihan kulit hewan untuk dapat dijadikan sebagai bahan kerajinan seperti buat dompet,ikat pinggang,tas,dan kerajinan lainnya. Industri ini bergerak mulai dari tahun 90-an dengan banyak pekerja 4 orang. Untuk mendapatkan kulit yang bersih dan bagus industri ini menggunakan bahan tambahan seperti kapur, pupuk NPK, dan kulit dari pohon akasia. Adapun proses penjamakn kulit adalah sebagai berikut:
- Memilih kualitas kulit yang bagus
Untuk mendapatkan kulit yang berkualitas terlebih dahulu pekerja mensortir kulit dengan cara memisahkan kult yang masih utuh dengan yang sudah robek. Kedua kulit ini ditempatkan di tempat yang terpisah. Kulit yang bagus selanjutnya di rendam dengan air bersih selama satu hari satu malam untuk menghilangkan garam yang menempel. Kulit yang robek di oleh menjadi kerupuk kulit.
- Tahap perendaman dengan kapur
Kulit yang telah dibersihkan dari kadar garamnya, selanjutnya di rendam dalam bak kapur selama 15 hari. Tujuan dari perendaman ini adalah untuk melunakkan kulit supaya bulunya bisa lepas dari kulitnya, dan melunakkan sisa-sisa daging yang masih menempel pada kulit. Satu minggu kulit di rendam dalam kapur dan diangkat untuk membersihkan bulu-bulu yang menempel. Setelah itu direndam ladi selama seminggu untuk membuang daging yang menempel pada kulit. Kemudian diangkat untuk dikelola pada tahap selanjutnya.
- Tahap perendaman dengan pupuk NPK dan dengan kulit pohon akasia
Tahap ini merupakan lanjutan dari tahap ke dua dengan tujuan untuk melunakkan kulit selama satu hari satu malam. Kemudian kulit dimasukan ke dalam bak yang berisi larutan kulit akasia selama 40 hari. Setela 40 harikulit diangkat, dan langsung dijemur. Setelah kulit tersebut kering kemudian kulit yang setengah jadi tersebut dikirim ke para pengerajin kulit yang ada di daerah-daerah yang banyak terdapt pengerajin kulit seperti di Bukit Tinggi dan disekitar tempat tinggalnya. Umumnya dalam waktu satu bulan industri ini dapat menghasilkan kulit sekitar 4 ton.
C. Jenis pencemaran yang terjadi
Pencemaran yang terjadi pada industri ini adalah pencemaran udara dimana menghasilkan bau kulit hewan yang sangat menyengat. Selain itu juga terjadi pencemaran air karena menghasilkan buangan dari limbah NPK, kapur, dan sisa air dari bekas perendaman kulit akasia. Walaupun industri ini memberikan dampak pada air dan udara namun pada tanah dapat menyuburkan.
D. Jenis polutan
Berdasarkan wujutnya polutan diindustri penjamakan kulit dapat berupa padat seperti:kapur,kulit akasia, bulu hewan, dan sisa dari perutnya. Polutan yang berupa cair seperti:air kapur, NPK,dan air bekas perendaman kulit akasia,polutan yang berupa gas seperti:bau.
Berdasarkan jenis senyawa polutan berupa senyawa organik seperti: kulit akasia, bulu hewan, sisa-sisa daging perut. Polutan berupa senyawa anorganik seperti:air kapur, dan limbah NPK. Berdasarkan bahan berbahaya polutannya termasuk bahan yang tidak berbahaya.
E. Dampak pencemaran terhadap kesehatan manusia
Smpai saat sekarang ini belum ada kasus yang menunjukan industri ini memberikan dampak buruk pada kesehatan manusia,hal ini dikarenakan industri tidak menggunakan bahan yang berbahaya.
F. Dampak pencemaran terhadap lingkungan
Industri penjamakan kulit memberikan dampak pada lingkungan berupa:bau yang menyengat yang berasal dari tumpukan kulit dan sisa dari olahan kulit. Selain dari itu bila limbah cairnya masuk ke perairan akan memberikan dampak eutrofikasi yaitu pertumbuhan ganggang yang pesat yang disebabkan oleh kulit akasia,dan pupuk NPK. Selain itu juga memberikan dampak pada biota air seperti:ikan,zooplankton, dan mikro organisme lainnya. Serta meningkatkan kekeruhan air di perairan sekitar.
Namun tidak memberikan dampak pada tanah karena sisa-sisa dari limbah organiknya diolah menjadi pupuk.
G. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan
Untuk mngurangi dampak pencemaran industri terhadap udara dan air ada
beberapa langkah yang dapat ditempuh sebagai berikut:
1. sisa limbah organik diolah menjadi pupuk kompos. Selai menjaga lingkungan juga dapat memberikan tambahan income bagi industri.
2. limbah yang berupa cairan sebelum dibuang ke badan air terlebih dahuli dimasukan ke dalam kolam penampungan untuk disaring dan dibersihkan dari senyawa anorganik.
3. limbah yang berupa bulu hewan dapat dibakar.
4. limbah bekas daging yang tersisa bisa dijadikan pakan lele, dibuat kerupuk kulit dan kikil.
H. Model Penanganan Limbah
Untuk menangani limbah dari industri penjamakan kulit digunakan teknik pengolahan limbah padat dan limbah cair sesuai dengan limbah yang dihasilkan industri. Prosedur dan sisa limbah digambarkan dalam gambar 1.
Adapun skema penanganan limbah industri dan posisi dari industri di pemukiman penduduk dapat diliha dalam gambar 2 dan 3.
Gambar 2
Gambar 3
Penangan limbah padat menggunakan teknik pembuatan pupuk kompos, yaitu mencampurkan limbah seperti bulu, kulit akasia, sisa daging ke dalam drum yang berisi air. Untuk mempercepat proses pengomposan ditambahkan bakteri seperti larutan EM4 atau MOL atau bakteri rumen dalam usus hewan lalu ditutup rapat sampai terbeuk pupuk cair. Prosedur pembuatan pupuk dapat di lihat pada gambar 4.
Gambar 4
Penanganan limbah cair menggunakan pengolahan primer
Karna limbah cair hanya mengandung polutan yang dapat disingkirkan melalui pengolaha primer maka limbah dapat langsung di buang ke perairan.
Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara fisik. Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring dengan menggunakan jeruji saring (bar screen). Metode ini di sebut penyaringan (screening). Metode penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan berukuran besar dari air limbah. Kedua, limbah yang telah disaring kemudian akan disalurkan ke suatu tangki atau bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat tersuspensi lain yang berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel-partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya. Kedua proses yang dijelaskan di atas sering disebut juga sebagai tahap pengolahan awal
( pretreatment ).
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel-partikel padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Endapan partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut seperti bahan pencampur pembuatan kompos.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jenis pencemaran yang terjadi yang diakibatkan dari industri penjamakan kulit yaitu pencemaran air yang berasal dari pembuangan sisa air kulit akasia, kapur, dan NPK dan pencemaran udara yang berasal dari kulit hewan, polutan berupa gas, kulit hewan, sisa pupuk NPK, kapur, kulit akasia, dan sisa perut hewan yang diambil kulitnya.
2.Tidak Memberikan Dampak Pencemaran Terhadap Kesehatan Manusia.
3.Dampak Pencemaran Terhadap Lingkungan yaitu memberikan bau pada lingkungan sekitar, mencemari air, dan membunuh biota air.
4.Penanggulangannya yaitu mengelola buangan industri menjadi pupuk dan sisa lainnya bagus ditumpuk pada suatu tempat supaya tidak mencemari lingkungan.
5.Model penanganan limbah yang digunakan berfokus pada penanganan limbah padat dan cair yaitu pupuk kompos dan pengolahan primer.
B. Saran
Untuk menjaga lingkungan di sekitar tempat industri, maka bagi pekerja jangan membuang limbah industri ke badan air supaya tidak merusak lingkungan sekitar. Mode penanganan limbah ini dapat diaplikasikan pada industri yang bergerak pada penjamakan kulit .
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati; Dewi Luvfiati; Mieke Miarsah; Tya mutiara. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMK dan MAK kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Ratih, dkk. 1999. Sains Kimia 2b untuk SMU. Jakarta: Bumi Aksara.
Tresna Sastrawijaya. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka cipta
Perdana Ginting. 2007. sitem pengelolaan lingkungan dan limbah industri. Bandung: Yrama Widya.
KTI
Teknologi Pengolahan Limbah B3
by Wahyu Hidayat on 02/01/08 at 6:43 pm | 83 Comments | |
Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
- Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap
- Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi
- Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut
- Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.
Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi rendah. Daftar lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999: Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Silakan klik link tersebut untuk daftar lengkap yang juga mencakup peraturan resmi dari Pemerintah Indonesia.
Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumpur B3 pada dasarnya dapat dilaksanakan di dalam unit kegiatan industri (on-site treatment) maupun oleh pihak ketiga (off-site treatment) di pusat pengolahan limbah industri. Apabila pengolahan dilaksanakan secara on-site treatment, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
- jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui secara pasti agar teknologi pengolahan dapat ditentukan dengan tepat; selain itu, antisipasi terhadap jenis limbah di masa mendatang juga perlu dipertimbangkan
- jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai sehingga dapat menjustifikasi biaya yang akan dikeluarkan dan perlu dipertimbangkan pula berapa jumlah limbah dalam waktu mendatang (1 hingga 2 tahun ke depan)
- pengolahan on-site memerlukan tenaga tetap (in-house staff) yang menangani proses pengolahan sehingga perlu dipertimbangkan manajemen sumber daya manusianya
- peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan dikeluarkan Pemerintah di masa mendatang agar teknologi yang dipilih tetap dapat memenuhi standar
Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration.- Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. TUjuan utama dari chemical conditioning ialah: - menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
- mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
- mendestruksi organisme patogen
- memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
- mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
6. Concentration thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
- Treatment, stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation. - De-watering and drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press. - Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well. - Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu: - Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar
- Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
- Precipitation
- Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
- Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat
- Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
- Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Penanganan Limbah B3
Hazardous Material Container
Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.
Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk peraturan pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan. Limbah gas yang mudah terbagak harus dilengkapi dengan head shields pada kemasannya sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus selain juga adanya kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang ada di setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.
Secured Landfill. Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan faktor-faktor lainnya harus diperhatikan agar secured landfill tidak merusak lingkungan. Pemantauan pasca-operasi harus terus dilakukan untuk menjamin bahwa badan air tidak terkontaminasi oleh limbah B3.
Pembuangan Limbah B3 (Disposal)
Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur pembuangan). Di Indonesia, peraturan secara rinci mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995.Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: (1) secured landfill double liner, (2) secured landfill single liner, dan (3) landfill clay liner dan masing-masing memiliki ketentuan khusus sesuai dengan limbah B3 yang ditimbun.
Dimulai dari bawah, bagian dasar secured landfill terdiri atas tanah setempat, lapisan dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah penghalang, sistem pengumpulan dan pemindahan lindi (leachate), dan lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di atas dan/atau di bawah sistem pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi geomembran. Sedangkan bagian penutup terdiri dari tanah penutup, tanah tudung penghalang, tudung geomembran, pelapis tudung drainase, dan pelapis tanah untuk tumbuhan dan vegetasi penutup. Secured landfill harus dilapisi sistem pemantauan kualitas air tanah dan air pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui apakah secured landfill bocor atau tidak. Selain itu, lokasi secured landfill tidak boleh dimanfaatkan agar tidak beresiko bagi manusia dan habitat di sekitarnya.
Deep Injection Well. Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek yang mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun setelah tahun 1980.
Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika Serikat sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquid hazardous wastes). Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah setempat.Limbah B3 diinjeksikan se dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapisan impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan limbah tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah.
Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena beberapa jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur dan formasi penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang dapat mengalami presipitasi, memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi, bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas dan viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi.
Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan limbah B3 ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada mengenai hal ini ditetapkan oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa:
- Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi secara vertikal keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik temu dengan sumber air tanah.
- Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti disebutkan di atas, limbah telah mengalami perubahan higga tidak lagi bersifat berbahaya dan beracun.